Setiap orang
pasti menginginkan kemudahan dalam setiap urusan dan terhindar dari
marabahaya. Keinginan ini adalah fitrah setiap manusia. Tetapi yang menjadi masalah adalah cara atau perantara yang dilakukan sering menyalahi Syari’at Islam. Diantaranya dengan menggunakan jimat. Baik yang bentuknya pelaris dagangan, penangkal bahaya, menjadikan orang kebal, sakti dan lain sebagainya.
Allah Subhanahu wa ta’ala menurunkan Nabi Muhammad sebagai teladan
bagi manusia semuanya. Apabila kita membaca sejarah beliau, maka kita melihat
beliau hanyalah manusia biasa. Terkadang tersenyum dan menangis. Terkadang
sehat dan sakit. Bahkan beliau pernah terluka parah di perang Uhud.
Oleh karena itu, apa yang dilakukan orang zaman sekarang dengan mencari
jimat (apapun bentuknya) maka sudah menyelisihi keteladanan Rasulullah. Sekiranya
jimat dibenarkan dalam Islam, maka orang yang paling butuh terhadap jimat
adalah Raasulullah Shalallahu alaihi wa sallam. Karena beliau adalah
orang yang paling berat tugasnya di atas muka bumi ini. Tapi justru Rasulullah
berasabda:
مَنْ عَلَّقَ
تَمِيمَةً فَقَدْ أَشْرَكَ
“Barangsiapa
yang menggantungkan tamimah (jimat), maka ia telah berbuat syirik” (HR. Ahmad )
Bahaya memakai jimat:
1. Menjerumuskan
pelakunya kepada kesyirikan
Seorang yang menggunakan jimat pada hakikatnya dia
telah menjadikan jimat sebagai sebab untuk meraih manfaat atau menolak bahaya. Hal ini merupakan bentuk
kesyirikan kepada Allah Subhanahu wa ta’ala. Karena zat yang mampu
memberikan manfaat dan menolak bahaya adalah Allah saja.
2. Memakai jimat
menghilangkan tawakal
seseorang kepada Allah.
Kita dapati bahwa orang yang memakai jimat akan merasa
lebih ‘PeDe’ (Percaya Diri). Jika bersama jimatnya, hatinya akan merasa tenteram tapi sebaliknya ia
akan merasa takut dan gelisah ketika tidak membawa jimatnya, tentu hal ini
menghilangkan tawakal atau sikap ketergantungan seseorang hamba kepada Allah,
padahal tidak selayaknya bagi orang yang beriman bertawakal kepada selain Allah.
Bukankah Allah Ta’ala telah berfirman:
“Dan hanya kepada Allah-lah hendaknya kamu
bertawakkal, jika kamu benar-benar orang yang beriman”. (QS. Al Maidah: 23).
Tawakkal yang sebenarnya bermakna seorang hamba
menyandarkan urusannya kepada Allah dan meyakini bahwasanya tidak ada satu pun
yang terjadi di alam ini kecuali atas takdir-Nya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar